Sejarah Desa

            Randugunting atau juga dikenal dengan sebutan Ndegunting adalah salah satu desa dari 13 Kelurahan desa di kecamatan Bergas, Kab. Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Randugunting menjadi salah satu desa dengan luas wilayah terkecil di Kecamatan Bergas setelah Desa Diwak dan berada di kawasan industri sehingga banyak pendatang tinggal di desa Randugunting dan berbaur dengan warga setempat. Desa Randugunting hanya terdiri dari 3 wilayah dusun, 20 rukun tetangga (RT), dan 4 rukun warga (RW). Kepala Desa Randugunting saat ini adalah H. Nuryanto (Periode 2019-sekarang). Menurut sesepuh Desa Randugunting, penamaan ‘randugunting’ berasal dari adanya kejadian perang oleh pasukan Kerajaan Mataram Kuno. Perang tersebut dipimpin oleh seorang yang bernama Nyai Ageng Haryo Blangah. Kubu pasukan perang yang dipimpin oleh Nyai Ageng Haryo Blangah mengalami kepungan yang menyebabkan Nyai Ageng Haryo Blangah terjepit oleh musuh dan melarikan diri ke suatu daerah untuk bersembunyi. Keadaan tersebut memiliki istilah ‘adugunting’ yang berarti diapit oleh musuh. Dalam persembunyiannya tersebut, Nyai Ageng Haryo Blangah kemudian menamai daerah tersebut ‘adugunting’.
               Desa Randugunting adalah salah satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Menurut Tetua yang ada di Desa Randugunting, kata ‘’Randugunting’’ berasal dari dua kata, yaitu Randu dan Gunting. Filosofi kata tersebut berasal terdapat pohon randu yang sangat besar di Dusun Kebonan Desa Randugunting, dan pemimpin pertama bernama Raden Gunting, sehingga Desa ini diberi nama Randugunting.
           Tokoh yang menjadi cikal bakal Desa Randugunting adalah Eyang Kanjeng Nyai Haryo Brangah yang berasal dari Keraton Mataram dan berkedudukan sebagai prajurit wanita. Berawal dari terdapat peperangan yang mengakibatkan Nyai Brangah sampai ke sawah di sebelah barat Dusun Kebonan kemudian dikepung oleh musuh, sehingga sawah tersebut diberi nama ‘’sawah ngepung’’. Karena ketakutan, semua orang berlari menuju Dusun Kutan, karena begitu banyak orang seperti di Kota, maka diberi nama Kutan.
           Peningggalan bersejarah yang diyakini sebagai peninggalan Hindu-Budha sempat ditemukan di Desa Randugunting. Peninggalan tersebut yaitu berupa bantal susun yang merupakan parthirtan (pemandian kuno), lesung dan yoni Randugunting.